Wednesday, September 03, 2014

Hanya akibat tulisan di Path hina Yogyakarta, gadis asal Medan ditahan

Ada yang boleh dipelajari dari Indonesia dalam mencegah kemarahan orang ramai. Contohnya kes Florence Sihombing, pelajar Universiti Gajah Mada, Yogyakarta yang berketurunan Batak yang rata-rata merupakan penganut Kristian, mencela penduduk Yogyakarta dalam status Path nya kerana sakit hati ditegur semasa hendak mengisi minyak motornya.

Perbuatannya itu mendatangkan marah warga Yogyakarta yang hampir keseluruhannya berketurunan Jawa beragama Islam. Perselisihan berlaku apabila isu suku atau ras dimainkan.

Meski tidak ada kaitan ras atau agama di dalam isu ini namun atas sentimen tertentu berlanjutan dari fakta itu isu ini diperbesarkan.

Akibatnya polis menahan Florence atas dan menyiasat akta-akta yang boleh disabitkan ke atas Florence.

Dia ditahan atas alasan ianya terang dan jelas merupakan kesalahan tanpa perlu bertindak atas aduan mana-mana pihak.

Namun pihak Universiti nenyelamatkannya dengan menyarankan Florence diserahkan kepada pihak Universiti bagi diberi didikan etika.




Yogyakarta - Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda DIY, Kombes Kokot Indarto, menegaskan kasus Florence Sihombing adalah delik absolut. Dengan demikian, tanpa adanya pengaduan dari pelapor tetap bisa disidik.

"Saya mengimbau dari forum ini, yang merasa jadi korban atau dirugikan. Kasus ini adalah delik absolut," kata Kokot Indarto kepada wartawan di Mapolda DIY, Senin (1/9/2014).

Maksud delik absolut, kata Kokot, mestinya tanpa perlu adanya laporan, kasus ini tetap bisa disidik.

"Kita kumpulkan bukti-bukti, biar hukum yang menilai. Apakah memenuhi konstruksi pasal atau tidak yang disangkakan," katanya.

Kokot menambahkan delik absolut itu setiap perbuatan tanpa laporan, penyidik bisa melakukan penyidikan. "Ada bukti atau tidak," katanya.

Mengenai syarat penangguhan dia mengatakan syaratnya adalah kooperatif, janji mau datang bila dipanggil atau wajib lapor. Namun bila tidak, bisa dicabut penangguhannya.

Di sisi lain, menurut UGM kasus Florence masuk di ranah etika, bukan pidana. Maka itu, mereka minta polisi melepaskan mahasiswa S-2 Kenotariatan UGM tersebut. Pihak kampus akan memproses Florence secara etik.