Ini berikutan penemuannya di Frankfurt Book Fair di Jerman yang mana booth Malaysia memakai tema hiasan etnik Iban dan dia yang mungkin kurang arif dengan fakta persekitaran rantau negaranya sendiri dengan angkuh menyebut " Orang akan ketawa melihat hiasan itu kerana itu kepunyaan Indonesia".
Ia seumpama menyebut bahawa orang Iban di Sarawak tidak layak mempertahankan budaya mereka kerana budaya mereka itu milik Indonesia, oleh seorang menteri Indonesia.
Padahal, dunia sendiri mengetahui bahawa Kalimantan (Borneo), selain dari di dalam Malaysia, telah tercemar oleh budaya pendatang melalui proses transmigrasi, sedangkan kawasan pulau tersebut di dalam Malaysia masih utuh tradisi setempat kerana transmigrasi adalah tidak dibenarkan berlaku.
Jauh sebelum itu, Menteri Kehutanan Indonesia pernah menyebut bahawa mudah untuk mengesan penyeludupan kayu meranti di Malaysia kerana pohon meranti hanya tumbuh di Indonesia.
Kita tidak mempertikaikan tahap pengetahuan menteri-menteri Indonesia hari ini tetapi memikirkan bagaimanakah mereka boleh dilantik menjadi ahli kabinet?
Di sebalik tuduhan ramai orang Indonesia bahawa negara Malaysia hanya pandai mengakui budaya orang lain, apa kurangnya Indonesia. Terlebih lagi, tanpa ilmu dan dalil yang wajar. Lebih buruk, oleh mereka yang bergelar menteri.
Kenyataan Weindu ternyata menjadi kecaman ke atasnya oleh pembaca di laporan berita tersebut.
Rabu, 08/10/2014 18:17 WIB
Laporan dari Jerman
Malaysia Tampil dengan 'Penari Dayak' di FBF, Bagaimana Indonesia?
Frankfurt - Sebanyak 102 negara bersaing dalam Frankfurt Book Fair (FBF) 2014 di Frankfurt, Jerman. Negara-negara peserta saling menonjolkan keunikan dari masing-masing biliknya untuk menarik perhatian minat pengunjung.
Salah satu bilik yang mencolok adalah bilik milik Malaysia. Malaysia tampil dengan backdrop berupa foto penari Dayak dengan tema 'University in Diversity' yang dipajang di boothnya. Padahal, Dayak merupakan kebudayaan asli Indonesia dari Kalimantan.
Backdrop tersebut memiliki ukuran sekitar 3 x 2,5 meter. Bilik Malaysia ini terletak tidak jauh dengan booth Indonesia.
Berbeda dengan Malaysia yang menampilkan 'seni budaya asli' mereka, Indonesia justru tampil 'datar' dengan backdrop berupa rak-rak buku yang mirip dengan perpustakaan. Tidak ada ornamen atau backdrop yang menonjolkan ciri khas dari Indonesia.
Wamendikbud Bidang Kebudayaan Dr Wiendu Nuryanti mengaku tidak mempermasalahkan hal itu. Dia berkilah, dunia sudah tahu Dayak merupakan suku asli Indonesia di Kalimantan.
"Orang yang melihat mungkin ketawa. 'lho itu kan punya Indonesia'," kata Wiendu di lokasi, Rabu (8/10/2014).
FBF merupakan ajang pameran buku internasional yang sangat penting dalam pemasaran buku. Dalam ajang ini, nama Indonesia dipertaruhkan.
Program tahunan yang digelar Jerman selama berabad-abad ini diikuti oleh ratusan negara dari seluruh belahan dunia. Indonesia, memiliki kesempatan menjadi tamu kehormatan pada FBF tahun 2015 nanti.
Dalam FBF 2014 ini, Indonesia membawa sejumlah buku karya anak negeri yang beberapa di antaranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, seperti buku 'Tan Malaka'.
Salah satu bilik yang mencolok adalah bilik milik Malaysia. Malaysia tampil dengan backdrop berupa foto penari Dayak dengan tema 'University in Diversity' yang dipajang di boothnya. Padahal, Dayak merupakan kebudayaan asli Indonesia dari Kalimantan.
Backdrop tersebut memiliki ukuran sekitar 3 x 2,5 meter. Bilik Malaysia ini terletak tidak jauh dengan booth Indonesia.
Berbeda dengan Malaysia yang menampilkan 'seni budaya asli' mereka, Indonesia justru tampil 'datar' dengan backdrop berupa rak-rak buku yang mirip dengan perpustakaan. Tidak ada ornamen atau backdrop yang menonjolkan ciri khas dari Indonesia.
Wamendikbud Bidang Kebudayaan Dr Wiendu Nuryanti mengaku tidak mempermasalahkan hal itu. Dia berkilah, dunia sudah tahu Dayak merupakan suku asli Indonesia di Kalimantan.
"Orang yang melihat mungkin ketawa. 'lho itu kan punya Indonesia'," kata Wiendu di lokasi, Rabu (8/10/2014).
FBF merupakan ajang pameran buku internasional yang sangat penting dalam pemasaran buku. Dalam ajang ini, nama Indonesia dipertaruhkan.
Program tahunan yang digelar Jerman selama berabad-abad ini diikuti oleh ratusan negara dari seluruh belahan dunia. Indonesia, memiliki kesempatan menjadi tamu kehormatan pada FBF tahun 2015 nanti.
Dalam FBF 2014 ini, Indonesia membawa sejumlah buku karya anak negeri yang beberapa di antaranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, seperti buku 'Tan Malaka'.