Friday, October 31, 2014

Susi Pudjiastuti puji Malaysia pula

Susi Pudjiastuti yang mencetus polemik behubung isu ikan di Zon Perikanan Utama No. 57 yang dikatakan 'dicuri' Malaysia kelmarin menutup kesilapannya dengan memuji Malaysia dalam membantu sektor perikanannya yang katanya hingga pameran dan promosi turut dibuat oleh Perdana Menteri dan Menteri Perdagangan sendiri.

Selain itu juga dia menyelar kesukaran untuk memulakan perniagaan di Indonesia.

Apapun, kita berharap sang menteri ini berhati-hati dalam mengeluarkan kenyataan kerana mengetahui personalitinya yang agak selamba sebelum menjadi menteri tidak terbawa-bawa ke dalam tugasannya sebagai seorang Menteri yang tentu sekali dipandang serius sebarang kenyataannya.



Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai aturan-aturan sektor perikanan di Indonesia tidak kompetitif. Hingga akhirnya, Indonesia kalah saing oleh Malaysia dan Thailand.

Susi yang sudah lama berkecimpung di sektor perikanan mengatakan, saingan terberat Indonesia adalah Malaysia dan Thailand. Namun sayang, Indonesia kalah karena banyak aturan yang menghambat.

"Di perikanan, saingan kita Malaysia dan Thailand. Banyak cold storage di Indonesia ini mati, karena aturan membuat kita tidak kompetitif," kata Susi saat berdiskusi dengan pengusaha di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Susi mengatakan, untuk menjalankan suatu usaha di Indonesia, aturan dan regulasi adalah momok yang menakutkan. "Di Indonesia jadibusinessman (pengusaha) itu sulit, banyak mata rantainya," tuturnya.

Di Malaysia, lanjut Susi, pemerintah mendukung penuh perkembangan sektor perikanan dan kelautan di dalam negeri. Tak hanya soal regulasi yang mendukung, pemerintah sekelas perdana menteri juga kabinetnya pun terjun langsung mendukung sektor ini.

"Kalau di Malaysia, perdana menteri itu pameran. Menteri Perdagangannya jualan booklet," kata Susi. 

Susi membandingkan dengan Indonesia. Banyak biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk berbisnis di sektor perikanan dan kelautan. Sehingga pada akhirnya, daya saing Indonesia tidak kompetitif karena tingginya biaya produksi.

"Kita bikin PT mau registrasi we have to pay (kita harus bayar). Izin prinsip we have to pay, bikin IMB we have to pay. Mau bangun pabrik we have to pay, bayar kontraktor 10%, mesin di Bea Cukai kita harus bayar 2,5%. Belum PPN-nya. Lalu bayar retribusi, (bunga) kredit 12%. Ikan baru sampai pabrik itu sudah 40% (biaya)," papar Susi.

Menurut Susi, ada yang salah pada kebijakan di sektor ini. 

"Kita nggak heran kalau di Medan makan Mujair dari Malaysia, karena lebih murah. Tenggiri dari China di Muara Angke itu lebih murah dibanding dari Pangandaran," tegas Susi menggebu-gebu.



6 comments:

Anonymous said...

lu jangan layan nenek bedak tebal. imej indon memang mengada jika kaya.tapi otak ciput

Anonymous said...

usah mudah maafin ini perempuan. kemarin dia sudah bikin malu satu indonesia karena otaknya yang sempit dan pemikirannya yang serba kolot. mikirin kredibelitinya sedikit terancam, diciptanya isu agar hati malaysia sedikit terobat.

Anonymous said...

Ibu ini adalah orang yang hebat. Memulai bisnis dari nol sampai punya bandara sendiri. Dia juga pekerja keras, tegas namun baik hati. Banyak nelayan lokal yang dibantu oleh beliau dengan cuma-cuma. Karena pengalaman puluhan tahun beliau di bisnis perikanan dan kelautan, beliau jadi agak keras terhadapat pencurian ikan, pencemaran lingkungan dan birokrasi pemerintah yang buruk karena bagi beliau hal itu dapat menghambat kemajuan nelayan lokal. Selamat Bekerja bu.

Anonymous said...

Kalau bagus pon jgn la tuduh yg bukan2 pasal Malaysia semata2 mahu menutup kelemahan pemerintah...

Anonymous said...

Biasa lah sindir menyindir antar menteri. Saya pikir pihak Malaysia pasti juga pernah menyindir Indonesia. Sebagai sesama warga negara yang pintar tak guna lah bertukar emosi, lebih baik kita masing2 mengawal pemerintahan masing2 agar sama2 mencapai kejayaan. Kesuksesan pribadi juga turut membawa harum nama negara. Salam damai!

Anonymous said...

Masalah memulakan bisnes di Indonesia seperti yang disebutnya jelas emnunjukkan soal korupsi di sana 'bertingkat tingkat'. Terlalu banyak mulut yang perlu disuap.