Bukan semua rakyat Indonesia menyimpan buruk sangka ke atas Malaysia. Kebanyakan yang bersifat demikian ialah mereka yang bukan Islam (bersifat melaga-lagakan) dan mereka yang tidak pernah sampai ke negara ini. Jemput membaca secebis kisah dari seorang pengunjung Indonesia yang pertama kali ke negara ini.
Seperti Ini Cara Malaysia Menghormati Turis Muslim
- Oleh: Rendy Adriyan Diningrat - d'Traveler
- Rabu, 28/11/2012 11:05:00 WIB
Sebagai turis yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di Negeri Jiran, saya merasa ada banyak hal yang mengesankan. Salah satunya adalah perhatian masyarakat di sana terhadap turis muslim yang sedang berkunjung ke Malaysia. Penasaran?
Sekitar 1 tahun yang lalu, tepatnya 10-15 Juli 2011, saya bersama 85 calon planner angkatan 2009, berkesempatan melakukan kunjungan kedua negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Sedikit me-review, acara ini merupakan kegiatan yang terangkum dalam rangkaian Kuliah Kerja Perencanaan (KKP) 2011, program studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada.
Sebagai orang yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di luar administratif NKRI itu, tentu memiliki kesan tersendiri khususnya di Negeri Jiran Malaysia. Negara yang didominasi ras Melayu Muslim ini, ternyata punya karya luar biasa yang bisa memberikan kesan bangga bagi umat Islam yang tengah berlibur ke sana. Mungkin ini berlebihan, mengingat Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim dunia.
Malaysia mampu menyatukan Islam dan modernitas. Kata "wah" spontan terlontar saat berkunjung ke Putrajaya, sang ibukota baru Malaysia. Saya rasa, siapapun yang berkunjung atau sekadar melintas di kawasan ini, boleh jadi terkesima melihat bangunan pusat pemerintahan yang berdiri megah nan eksotis.
Bangunan tersebut didesain menyerupai masjid dengan sentuhan modern. Akses yang besar melintasi sungai dengan ruang terbuka publik yang amat besar, memberikan "roh" eksklusif untuk segera memusatkan perhatian pada bangunan ini.
Berdampingan dengan masjid yang juga memesona disertai panorama sungai dan jembatan yang bercahaya indah pada malam hari. Sungguh, benar-benar menyajikan kultur Islam yang modern. Subhanallah!
Memiliki adab yang santun rasanya telah menjadi kebiasaan di negeri ini. Malaysia, di beberapa titik kegiatan genap menyelipkan ajakan untuk tetap berbudi pekerti. Salah satunya di kampus UTM (Universiti Teknologi Malaysia), di mana tersebar papan-papan yang mengingatkan pembacanya untuk selalu menjunjung tinggi kesantunan dalam berkehidupan.
Apalagi kalau soal ibadah. Di Masjid Putrajaya misalnya, seorang wanita Muslim yang belum menutup auratnya secara utuh misal tidak berjilbab, tidak diperkenankan masuk untuk melakukan sembahyang. Mereka terlebih dahulu dipinjamkan pakaian khusus untuk menutupi seluruh auratnya.
Para takmir pun tak segan mengingatkan pengunjung untuk tidak tidur-tiduran di masjid. Mereka meyakini bahwa esensi ibadah justru terletak pada kekhusyukan berkomunikasi dengan Sang Pencipta.
Namun, kemirisan justru terjadi saat mengurus administrasi di Woodland, perbatasan antara Singapura-Malaysia. Ketika ingin berkunjung ke Negeri Merlion itu, beberapa rekan saya sempat tertahan oleh keamanan Singapura karena kecurigaan nama "Islam" yang disandangnya.
Seperti dalam adegan film "My Name is Khan", mereka yang tertahan, mengaku diintogerasi berkaitan dengan isu terorisme. Hal ini jelas berbeda dengan Malaysia yang tidak menaruh curiga secara berlebihan pada para penyandang nama berkultur Islam.
Ingat sekali ketika saya dan seorang teman mencari masjid di Woodland. Kali ini terjadi setelah saya melakukan kunjungan selama dua hari di Singapura dan hendak kembali ke Malaysia menuju Tanah Air.
Saat itu, kami bertanya pada penjual makanan halal yang pada dasarnya adalah orang Malaysia.
"Excuse me Sir, Where is the mosque?", tanya kami.
"You are Muslim? Malaysian?", Ia berbalik tanya.
Kami pun membalas, "We are Indonesian Muslim."
"Ooh... Indonesian!", teriaknya dengan senyuman dan mengajak kami berjabat tangan dengan dirangkul, seolah menemukan saudaranya.
Kami pun ditunjukkan ke arah masjid menggunakan bahasa Melayu. Betapa indah keramahan sosial yang mereka tunjukkan meskipun tidak berada di negerinya sendiri.
Ya, itulah sedikit cerita tentang bagaimana Negeri Jiran menunjukkan kebanggaannya terhadap kebudayaan Muslim.
No comments:
Post a Comment