Tuesday, September 02, 2014

Punca Ananda Krishnan didakwa di India atas pertuduhan rasuah


​Ananda Krishnan serta beberapa pegawainya didakwa pihak polis di India bersama bekas Menteri Telekomunikasi negara tersebut. Usahawan bergelar Tan Sri serta orang kedua terkaya di Malaysia itu disabitkan dengan tuduhan rasuah dalam upaya membeli sebuah syarikat telekomunikasi mudah alih melibatkan persekongkolan yang merugikan kerajaan India sehingga hampir RM91 juta kira-kira 8 tahun lalu.

Ananda Krishnan disabitkan dengan kesalahan yang disebut negara itu sebagai perlakuan jenayah dan pemerintah negara tersebut turut menyabitkan pertuduhan ini dengan semua syarikat di bawah kekuasannya, Astro All Asia Networks Plc, Maxis Communications Bhd.

Ketegasan India dalam hal ini perlu ditabik dan model pembanterasan rasuah seperti ini adalah model yang layak dikagumi. Dan perbuatan billionair tersebut amat memeranjatkan dan amat memalukan negara ini. Layakkah untuk kita terus mengkayakan mereka?

Kepada pemonopoli TV Satelit berbayar di negara ini, ambil iktibar atas apa yang terjadi dan pihak yang bersekongkol di belakangnya di negara ini juga semestinya dikenakan getahnya juga.

Jual Operator ke Malaysia, Menteri Telekomunikasi India Ditangkap
Achmad Rouzni Noor II - detikinet
Selasa, 02/09/2014 09:04 WIB

Jakarta - Mantan menteri telekomunikasi India bersama sejumlah pengusaha dan bos Maxis dari Malaysia ditangkap pihak kepolisian setempat dalam kasus dugaan korupsi penjualan operator seluler India.

Seperti detikINET kutip dari Reuters, Selasa (2/9/2014), Dayanidhi Maran yang sempat menjadi menteri telekomunikasi periode 2004-2007, ditangkap polisi federal India karena terlibat suap dan persekongkolan dalam penjualan aset negara yang merugikan keuangan pemerintah hingga USD 29 miliar.

Ia diduga kuat punya andil dalam upaya membantu kelompok perusahaan telekomunikasi asal Malaysia, Maxis, mengambilalih perusahaan operator seluler India, Aircel, delapan tahun silam

Selain menangkap sang menteri, kepolisian juga menangkap bos media Kalanithi Maran, yang merupakan saudara sang menteri. Terakhir, aparat menangkap orang kedua terkaya di Malaysia Ananda Krishnan serta tangan kanannya, Augustus Ralph Marshall.

Biro Pusat Investigasi India (CBI) mulai menelisik keterlibatan Maran bersaudara pada tahun 2011. Investigasi mendalam dilakukan setelah tuduhan terhadap Menteri Dayanidhi yang memaksa menjual perusahaan operator seluler Aircel semakin kencang.

"Dari hasil penyelidikan, Dayanidhi menyalahgunakan jabatannya sebagai menteri telekomunikasi untuk menjual aset publik ke pengusaha asing. Ia menerima sejumlah uang gratifikasi untuk aksinya itu," demikian pernyataan CBI India.

Setelah menerima suap, Dayanidhi mengalihkan uangnya tersebut kepada sang adik yang juga pemilik Kalanithi Maran Sun Group, diduga menerima uang gratifikasi USD 123 juta.

CBI menuturkan, kongkalikong Maran bersaudara bersama miliarder Malaysia Ananda Krishnan termasuk konspirasi kriminal. Karenanya, polisi juga menuntut seluruh perusahaan yang berada di bawah kekuasaan Ananda Krishnan, yakni Astro All Asia Networks Plc, Maxis Communications Bhd.

Sementara ketika dikonfirmasi, juru bicara Maxis menyatakan belum bisa mengeluarkan komentar terkait kasus ini.



Indian police charge ex-minister, Malaysian tycoon in telecoms scandal
BY DEVIDUTTA TRIPATHY
MUMBAI Sat Aug 30, 2014 2:54pm IST

Aug 30 (Reuters) - India's federal police have filed charges against a former minister, his media mogul brother, and a Malaysian tycoon over alleged corruption to help Malaysia's Maxis group take control of an Indian mobile phone carrier eight years ago.

South Indian politician Dayanidhi Maran, who was India's telecommunications minister between 2004 and 2007; his brother billionaire Kalanithi Maran; Malaysia's second-richest man T. Ananda Krishnan and his aide Augustus Ralph Marshall, are among those named in the charge sheet filed in a New Delhi court on Friday, a police spokeswoman said.

The case is separate from a massive scandal that a state auditor said had lost the government about $29 billion during a 2008 telecoms permits sale process. Another former telecoms minister and several company executives are among the accused in an ongoing trial over that case.

The Central Bureau of Investigation (CBI), India's top crime-fighting agency, started investigating the Maran brothers and Krishnan in 2011 after allegations that the telecoms minister had forced the sale of mobile carrier Aircel, allowing Krishnan's Maxis to acquire a controlling stake in 2006.

"The investigation revealed that the then (telecoms minister) had allegedly abused (his) official position and constricted the business environment of Chennai-based private firm on frivolous grounds with an intent to force its exit from telecom business and its sale to Malaysia-based company," the CBI said in a statement on Friday.

Companies controlled by billionaire Kalanithi Maran's Sun Group, which runs a media business including television channels and satellite TV services, had received "illegal gratification" totalling about 7.42 billion rupees ($123 million), the CBI said. About 5.49 billion rupees of it was "in the garb of" the premium paid for the purchase of a stake in a Sun Group company, the agency said.

The charges against the Marans, Krishnan and his aide include criminal conspiracy, the CBI said. Astro All Asia Networks Plc, Maxis Communications Bhd, South Asia Entertainment Holdings Ltd - all part of Ananda Krishnan's business empire - and Sun Group's Sun Direct TV Pvt. Ltd have also been named in the police charge sheet.

A spokeswoman for Maxis said she could not immediately comment. A Sun Group spokesman also declined comment. Dayanidhi Maran and Kalanithi Maran could not be immediately reached for a comment.

Dayanidhi Maran has previously denied any wrongdoing. Maxis had said in October 2011 that it was co-operating with the probe and was confident that the allegations against it would prove to be "unfounded and without basis." ($1 = 60.5050 Indian rupees) (Additional reporting by Anuradha Raghu in Kuala Lumpur; Editing by Frank Jack Daniel and Simon Cameron-Moore)

No comments: