Bukanlah teman nak menunjukkan sifat nasionalis teman sangat tetapi adakalanya kita sakit hati dengan media Indon yang tidak semena-mena, 'mengganggu telur kita' di saat kita sedang diam. Pun begitu ada hikmahnya tindakan biadap media Indon ini kerana tabiat membela 'budaya' Indonesia dan ciri-ciri Indonesia oleh sesetengah warga Sabah itu menebal dalam diri mereka, dek 'dijajah' Indonesia dari tahun 1946 - 1963. Akhirnya, Indon menganggap Sabah sebagai negeri tidak berbudaya melainkan menjual barangan kraf dari negara mereka. Apa perasaan orang Sabah hari ini?
Senin, 30/07/2012 06:17 WIB
Laporan dari Sabah
Malaysia Rasa Yogyakarta, dari Blankon hingga Gansing
Sabah, Jalanan di kawasan kota lama Kota Kinabalu berdetak sejak pagi. Meski tak terlalu ramai, namun ratusan wisatawan mulai berjalan kaki memenuhi blok-blok jalan di tengah gedung lama. Di sini pula lah berdiri Tugu Malaysia Monument yaitu tugu peringatan bergabungnya Sabah dengan Malaysia.
"Pasar Gaya ini khusus buka hari sabtu-minggu, dari pagi sampai siang," kata Dudu, konsul muda KJRI Sabah yang menemani detikcom, Minggu (29/7/2012).
Usai memasuki Malaysia Monument, air mancur berada di tengah jalanan yang cukup luas itu. Setelah itu sebuah jalan yang cukup lebar ditutup dan di isi dengan tenda bazar yang menjual berbagai aneka cindera mata. Dari baju, aksesoris hingga anak anjing.
Nah bagi yang gila belanja, jangan kaget. Sebab jalan-jalan di sepanjang 500 meter ini serasa di Yogyakarta. Cinderemata gelang, anting dan kalung seperti yang dijual di Jalan Malioboro. Manik-manik atau sekedar tulisan SABAH pun seperti yang dijual di kota pelajar itu.
Ada pula topeng, hiasan dinding atau kacamata hitam. Seakan tidak percaya, ada juga blankon loh yang dijual. Bahkan gansing dari bambu pun ikut dihamparkan di atas meja.
"Kinabalu boleh dikatakan memang tidak punya budaya khas. Makanya banyak cinderamata yang diambil dari Indonesia lalu dijual lagi di sini," kata Konsul Sosial-Budaya KJRI Sabah, Iman Rokhadi.
Kain pantai pun bermotif Bali. Kain batik dan sarung di impor dari Samarinda. Bedanya, semua yang dijual di Pasar Gaya ini hanya ada 3 tulisan yaitu Malaysia, Sabah atau Kinabalu. Dari gantungan kunci, kaos hingga hiasan dinding.
"Banyak juga yang beli di Tanahabang lalu dijual lagi di sini. Mereka tinggal kirim email desain, lalu barang dikirim pakai paket dari Tanahabang," ujar Imam.
Di salah satu suduh jalan, terdapat pemandangan unik. Sekitar 25 orang tuna netra duduk berjejer dengan memakai kacamata hitam. Sementara di depannya duduk para pengunjung dengan kaki menjulur ke depan orang tuna netra tersebut. Selidik punya selidik mereka merupakan tukang pijit refleksi yang tergabung dalam sebuah sarikat. Sekali refleksi dengan durasi 30 menit, dikenai tarif RM 20 atau sekitar Rp 60 ribu.
(asp/mpr)